Monday, March 6, 2017

anak sekolahan, rokok, dan PP No.109/2012

Sejak dulu banyak kasus pelajar yang merokok, baik itu anak SD, SMP, SMA. Sebagai seorang guru sebenarnya saya sudah kenyang malah mungkin sudah bosan sehingga tidak terlalu ambil pusing dengan pelajar yang merokok, asal tidak dilakukan di lingkungan sekolah saja. Karena pada lingkungan sekolah guru lah yang bertanggung jawab sedangkan di luar sekolah maka orang tua lah yang seharusnya bertanggung jawab membimbing anak-anaknya masing-masing.


Namun yang paling membuat para guru gelisah adalah pandangan beberapa orang di masyarakat yang seolah ketika murid-murid kami merokok adalah sepenuhnya salah kami para guru. Padahal siswa tersebut merokok di luar lingkungan sekolah. Mungkin karena banyak pelajar yang merokok setelah pulang sekolah dan masih mengenakan pakaian seragam sehingga ini yang membuat label sekolah menjadi buruk citranya. Ya lagi-lagi gara-gara "SERAGAM", seperti halnya para anggota POLRI yang joget di YOUTUBE dan menjadi terkenal, begitu pula dengan POLWAN cantik atau kasir minimarket cantik yang mendadak terkenal, semuanya terkenal gara-gara pakaian "SERAGAM". Coba pak polisi atau ibu polwan yang cantik itu tidak pake seragam dinas ketika beraksi di depan kamera mereka tidak akan menggemparkan dunia persilatan.

Kurangnya Sosialisasi:
Kembali lagi ke topik, sebetulnya pemerintah sudah memperkuat aturan ketat agar pelajar atau anak sekolahan tidak merokok dengan merilis peraturan pemerintah bahwa:
“Setiap orang dilarang menyuruh anak di bawah usia 18 (delapan belas) tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi Produk Tembakau,”
(Pasal 46 PP No. 109/2012)

Sayangnya prakteknya dilapangan tidak seperti yang diharapkan. Faktanya masih banyak toko dan warung-warung yang menjual rokok kepada anak dibawah umur. Bahkan para orang tua pun sudah tidak sungkan untuk menyuruh anaknya membelikan rokok di warung. Jujur saja saya pun baru tahu ada peraturan pemerintah No.109/2012 ini akhir-akhir ini. Artinya sudah lima tahun saya baru mengetahuinya. Saya pikir ini terjadi karena kurangnya sosialisasi.

Sosialisasi yang Ramah:
Produk yang baik tidak akan terjual tanpa marketing yang baik. Begitu pula dengan PP No. 109/2012 ini tidak akan didukung apabila cara sosialisasinya buruk. Jujur saja, saya mengetahui PP No. 109/2012 ini dengan cara yang kasar dan emosional. Mungkin jika saya adalah pecandu rokok atau pedagang rokok saya akan membenci dan menentangnya. Bersyukur saya berada di pihak yang netral, karena saya pribadi sudah berhenti merokok sejak lama namun menghargai para perokok yang masih belum bisa move on selama mereka menghargai saya dengan tidak merokok di dalam ruangan atau tempat umum karena sebagai orang yang tidak merokok saya merasa terganggu dan pusing ketika menghirup asap rokok. Kadang saya menggerutu "enak saja, mereka yang merokok saya yang kena sakit nya" jadi perokok pasif memang sangat dirugikan.

Salah sosialisasi yang buruk adalah ketika memberi hukuman pada anak. Saya menyaksikan banyak hukuman yang diterima siswa/anak yang belebihan. Banyak kekerasan yang dilakukan orang tua dan guru dalam mendidik anak/murid-nya. Kata-kata kasar dan kotor tidak sepantasnya digunakan begitupula hukuman fisik yang berlebihan. Orang tua dan guru tidak sepantasnya menghalalkan segara cara dengan dalih untuk mendidik karena menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum yang lain tidak dibenarkan. Bukan kah tuhan mengajarkan kita untuk saling menasihati dalam kesabaran?
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran."
Al 'Ashr (103:1-3)

Sudah dewasa baru boleh merokok?
Banyak orang tua dan guru yang melarang anak dan murid nya merokok tapi pada kenyataannya banyak diantara mereka juga adalah perokok. Alasan klasik yang biasanya diucapkan ayah saya adalah:
 "Ayah merokok karena sudah bekerja dan punya uang sendiri"
Menurut saya ini adalah alasan yang egois. Bagi saya ini terdengar seperti
"kamu jangan suruh ayah solat karena dosa ayah, ayah sendirilah yang menanggung. Sedangkan kamu harus solat karena kamu belum dewasa dan ayah yang menanggung dosa-dosa kamu"
Saya memiliki kayakinan bahwa yang bisa melarang anak merokok adalah orang tua atau guru yang tidak merokok, selama orang tua dan guru masih merokok, saya rasa sulit untuk mencegah anak/murid untuk tidak merokok. Allah berfirman:
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?"
Al Baqarah (2:44)

Rokok haram atau halal sih sebenernya?
Beberapa tokoh agama, ulama, dai berbeda pendapat mengenai rokok ini. Ada yang menyebutkan makruh tapi ada juga yang menanggapnya haram dengan argumentasinya masing-masing. Saya pribadi tidak terlalu ambil pusing dan lebih memilih sikap netral. Saya tidak merekomendasikan namun tidak pula melarangnya. Asalkan merokok itu harus pada tempatnya atau tidak ditempat ruangan umum, di dalam rumah, di dekat anak kecil, di dekat ibu hamil. Yang saya sesalkan adalah ada beberapa orang tua dan guru yang melarang anak/muridnya merokok tapi dirinya sendiri malah sering merokok di tempat-tempat yang tidak semestinya. Bagi orang tua merokok lah di teras atau luar rumah, jangan di dalam rumah. Bagi Guru jangan lah merokok di ruangan kelas dan di ruang guru, kami sesama guru yang tidak merokok tentu saja merasa terganggu namun kadang diantara kami segan untuk menegur bapak/ibu guru perokok. Jadi menurut saya merokok itu haram jika dilakukan ditempat-tempat yang tidak semestinya.

Tidak bisa memaksa
Manusia itu punya kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri. Bahkan dalam beragama pun kita diberi kebebasan, dalam Undang-Undang Dasar disebutkan:
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945
begitu pula di dalam Al-Quran:
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Al Baqarah (2:256)

Ingat orang yang tidak diberi hidayah oleh Allah tidak akan mengikuti walau sekeras apapun kita mencegahnya, ini mengingatkan saya pada ayat berikut:
"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman."
Al Baqarah (2:6)

Tetap menasihati
Tidak bisa memaksa bukan berarti kita tidak menasihati sama sekali. Tentu saja kita diwajibkan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Hanya saja kita harus sabar dan istiqomah. Mengitip dari salah satu surat favorit:
"Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas"
Yaa Siin (36:17)
Masalah orang tersebut sadar atau tidak sadar, kita serahkan saja kepada Allah Al-Wahhab Maha Pemberi, semoga mereka diberikan hidayah. Sering kali guru/orang tua terpancing emosi ketika menghadapi anak/muridnya yang tetap saja bandel dan lupa bahwa sebenarnya Allah lah yang maha berkendak semoga Allah melapangkan dada kita. Jangan lupa membaca doa agar dilancarkan urusan dan ucapan:
“Musa berkata, ‘Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii’ [Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku]."
Thoha (20:25-28)

Sumber:
PP No. 109/2012: http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt50ed2cbec30b2/parent/lt50ed2c07e648a

Sumber Gambar:
https://cdns.klimg.com/newshub.id/news/2016/05/18/60915/274856-cahrokok.jpg

No comments:

Post a Comment